Friday, 11 November 2016

Masalah Lingkungan Ketiadaan Hak Milik (Milik Bersama)

Kali ini saya akan membahas mengenai masalah lingkungan ketiadaan hak milik (milik bersama) yang berkaitan dengan Ekonomi Sumber Daya Alam.


Situasi pemilikan bersama muncul akibat pihak-pihak yang berkepentingan memperoleh hak milik atas sistem sumber daya alam dan energi untuk memanfaatkan sumber daya alam dan energi tersebut, sedang pemakai potensial lain yang tidak masuk dalam sistem tersebut, dikecualikan. Situasi ini dibedakan dari situasi dimana sumber daya alam dan energi tidak ada yang memiliki karena sumber daya alam dan energi tersebut terbuka bebas bagi pihak-pihak yang ingin memanfaatkannya. Misal diberikannya konsesi mengusahakan minyak lepas pantai pada perusahaan minyak asing. Masing-masing mempunyai batas pengusahaan tertentu. Namun mungkin saja sumber daya minyak di bawah sana merupakan suatu kesatuan, sehingga kemungkinan saja eksploitasi minyak oleh pihak yang satu akan mengurangi hak pihak lain yang berdampingan. Dengan terbukanya sumber daya alam dan energi pada pengusahaan pihak-pihak maka kapital,  akan mengalir terus untuk mengusahakan sumber daya alam dan energi sampai satuan biaya naik dan harga-harga turun sehingga keuntungan murni lenyap. Kemacetan prasarana atau adanya pencemaran lingkungan biasanya dijadikan misalnya pengelolaan sumber daya alam dan energi milik bersama. Kasus lain adalah keindahan alam (Reksohadiprodjo dan Pradono, 1996:181).
1)      Kemacetan Prasarana
Fasilitas umum yang dipakai pihak-pihak yang saling mencampuri kepentingan masing-masing menimbulkan kemacetan. Misalnya saja pada prasarana jalan raya timbul kemacetan karena para pengendara saling tidak mau mengalah sehingga secara fisik saling menghalangi. Ataupun gangguan muncul dalam bentuk psikis misalnya pemandangan baik terganggu karena terlalu banyaknya orang lewat di depan kita. Munculnya kemacetan biasanya terjadi pada fasilitas yang dipakai tersebut dibangun oleh pemerintah yang kapasitasnya sulit diubah dalam jangka pendek untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang cepat berubah. Dengan bertambahnya penduduk, kebutuhannya meningkat sehingga menimbulkan akses-akses negatif berupa kemacetan atau memadati fasilitas. Akibat lebih lanjut adalah meningkatnya biaya pengoperasikan fasilitas sebagai fungsi tingkat pemanfaatan fasilitas. Biaya ini semula ditanggung oleh pengelola publik, tetapi dapat dialihkan pada pemakai melalui tarif/pungutan pemakai fasilitas.
Tabel 2.4.1. Panjang Jalan, Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Jumlah Kendaraan Bermotor di Indonesia Menurut Pulau Besar Tahun 2012
Pulau Besar
Panjang Jalan (km)
Jumlah
Penduduk
(jiwa)
Luas
Wilayah
(km2)
Jumlah
Kendaraan
Bermotor
(unit)
Nasional
Provinsi
Kabupate/Kota
Jumlah
Sumatera
11.568,12
15.247
142.974
169.789,12
59.205.916
480.793,28
20.857.274
Jawa & Bali
6.146,24
16.153
103.572
125.871,24
136.986.487
135.218,34
47.722.599
Nusa Tenggara
2.038,85
3.580
21.934
27.552,85
10.742.475
67.290,42
2.564.534
Kalimantan
6.363,64
5.730
42.520
54.613,64
16.134.139
544.150,07
6.377.665
Sulawesi
7.799,77
6.274
67.993
82.066,77
20.348.918
188.522,36
7.176.980
Maluku & Malut
1.578,54
3.479
7.508
12.565,54
3.124.602
78.896,53
561.893
Papua & Pap.
Barat
3.074,68
3.179
17.894
24.147,68
5.315.403
416.060,32
630.051








Indonesia
38.569,84
53.642
404.395
496.606,84
251.857.940
1.910.931,32
85.890.996
Sumber: Jalan Nasional: Subdit Informasi dan Komunikasi, Direktorat Jenderal Bina Marga.
Jalan Provinsi dan Kabupaten/Kota: Dinas Pekerjaan Umum Provinsi/Kabupaten/Kota, Statistik Indonesia 2012.
Jumlah Penduduk: Data Agregat Kependudukan per Kecamatan, Kementerian Dalam Negeri, Tahun 2012.
Luas Wilayah dan Jumlah Kendaraan Bermotor: Statistik Indonesia 2012.
Catatan: Jumlah Kendaraan Bermotor terdiri dari mobil penumpang, bus, truk, dan sepeda motor.

Berdasarkan rencana tata ruang pulau/kepulauan yang tercantum dalam PP No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, Indonesia terdiri dari pulau-pulau dan gugusan kepulauan yang memiliki satu kesatuan ekosistem. Pulau-pulau besar tersebut sebagaimana yang terdapat pada tabel 4.1.1 dan gambar 4.1a di atas meliputi  Pulau Sumatera, Pulau Jawa dan Bali, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, dan Pulau Papua. Sementara gugusan pulau meliputi Kepulauan Maluku, dan Kepulauan Nusa Tenggara. Pada tabel 4.1.1 dan gambar 4.1a di atas jumlah penduduk Indonesia berdasarkan Data Agregat Kependudukan per Kecamatan Tahun 2012 berjumlah 251,86 juta jiwa dengan penyebaran 54,39% di Pulau Jawa dan Bali, 23,51% di Pulau Sumatera, 8,08% di Pulau Sulawesi, 6,41% di Pulau Kalimantan, 4,27% di Nusa Tenggara, 2,11% di Papua dan Papua Barat, serta 1,24% di Maluku dan Maluku Utara. Sementara penyebaran kendaraan bermotor umumnya mengikuti penyebaran penduduk karena berkaitan dengan media transportasi masyarakat. Dengan data tersebut dapat disimpulkan bahwa pengadaan jalan di Indonesia sepanjang 496.606,84 km sehingga jumlahnya masih di bawah jumlah penduduk sebanyak 251.857.940 jiwa. Dari data tersebut memungkinkan untuk terjadinya kemacetan pada parasarana jalan yang disediakan oleh pemerintah. Untuk mengurangi terjadinya kemacetan pemerintah menambah prasarana jalan raya dengan menerapkan kebijakan tarif (toll). Sehingga prasarana jalan raya yang pada awalnya menjadi sumber daya milik bersama  di mana biaya ditanggung oleh pengelola publik dialihakan menjadi milik orang yang hanya dapat membayar bea (toll) saja.

2)      Pencemaran Lingkungan
Lingkungan sekitar terutama lingkungan udara dan badan air merupakan sumber daya milik bersama bagi pembuangan sisa-sisa. Dewasa ini, dengan semakin banyak pencemaran lingkungan, apakah hal tersebut dikarenakan berkembangnya penduduk maupun kegiatan ekonomi seperti kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi, dengan demikian semakin sulit untuk menentukan pihak yang bertanggung jawab terhadap pencemaran lingkungan. Masalah ini berbeda sekali dari masalah pemilikan sumber daya alam dan energi dan ada pihak lain yang ingin bergabung menikmatinya. Serta dari masalah pemilikan bersama di mana para pihak masing-masing secara bersama pada suatu saat menikmati sumber daya alam dan energi milik bersama. Di kasus ini para pencemar mengakibatkan gangguan pada para penerima pencemaran dan tidak vice versa.
Pengelolaan pencemaran menendang adanya sedikit pencemaran, tetapi keseimbangan pasar tanpa batasan mungkin mengakibatkatkan tingkat pencemaran yang relatif banyak sehingga manfaat netto pada masyarakat itu negatif. Dengan demikian masalah mlik bersama kasus pencemaran ini mengarah pada kerugian sosial bila sumber daya alam dan energi dimanfaatkan orang. Walaupun situasi ini khusus, namun ciri pemilikan barang masih ada, karena orang lainpun dapat menikmatinya. Masalah yang dapat timbul dari situasi seperti ini ialah bahwa alam yang indah tersebut ternyata di dalamnya mengandung mineral yang berharrga. Dengan demikian pada saat ini, apakah keadaan alam tersebut perlu dilestarikan ataukah tempat tersebut ditenggang untuk pertambangan dengan konsekuensi hilangnya pemandangan yang indah. Hal tersebut inilah yang menyebabkan orang cenderung untuk mengadakan konservasi atau pelestarian lingkungan.

3)      Keindahan/Keajaiban Alam
Dengan semakin jenuhnya orang akan kehidupan berdasarkan materi, sesekali orang ingin menikati keindahan/keajaiban alam. Dengan demikian dibuatlah taman wisata, taman rekreasi dan dicari lingkungan yang indah seperti pemandangan alam untuk dilestarikan. Kegiatan manusia yang merusak lingkungan yang indah dibatasi agar supaya generasi mendatang tidak kehilangan alam yang indah untuk dinikmati bersama. Semua hal tersebut merupakan bagian dari pengelolaan lingkungan secara bertanggung jawab. Seperti diketahui lingkungan yang unik tidak ada atau langka subtitusinya. Dari segi ekonomi, permintaan terhadap barang atau jasa lingkungan seperti itu berlereng curam dan berkarakteristik sebagai permintaan pilihan/khusus kesenangan (option demand). Dinyatakan bahwa pembangunan dan konservasi dapat saling bertentangan sehingga pergerakan konservasi yang ada gagal menjalankan fungsinya.
Menurut John V. Krutilla sebagaimana yang dikutip oleh Sukanto Reksohadiprodjo dan Pradono (1996:186) mendefinisikan konservasi sebagai pemanafaatan antara waktu dan secara optimal “stock” sumber daya alam dan energi yang tetap. Stock ini dapat tetap karena adanya kemajuan teknologi. Dari aspek ini muncul pengertian permintaan khusus (option demand) untuk barang dan jasa lingkungan yang pada hakikatnya tak ada subtitusinya, sehingga perlu dilestarikan. Dengan demikian diperlukan usaha pengelolaan tertentu agar supaya kapasitas mendukungnya tak terlampaui. Sehubungan dengan ini perlu estimasi terhadap fungsi permintaan akan barang atau jasa lingkungan seperti tempat rekreasi, tempat wisata, dan lain-lain. Berbagai teknik telah diciptakan orang untuk mengestimasi permintaan akan barang lingkungan ini, antara lain teknik survei dan teknik biaya perjalanan. Di dalam teknik survei, kesediaan rumah tangga untuk membayar barang dan jasa lingkungan diukur berdasar pada lama waktu mengenal tempat rekreasi, dan pengahasilan rumah tangga. Di dalam teknik biaya perjalanan, banyaknya hari kunjungan tergantung pada penduduk, biaya pulang pergi dari daerah asal ke tempat rekreasi, penghasilan daerah, variabel daya tarik, serta luas daerah.   
Pada hakikatnya masalah sumber daya alam dan energi milik bersama bertalian dengan eksploitasi atau pemanfaatan yang berlebihan sumber daya alam dan energi yang apabila ditelusuri lebih lanjut merupakan eksternalitas negatif, yaitu biaya yang tidak menjadi tanggungan atau diperhatikan oleh mereka yang mengambil keputusan.

Sumber:
Reksohadiprodjo, Sukanto & Pradono. 1996. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Energi Edisi 2. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Pusat Pengolahan Data (PUSDATA) Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia. 2013. Buku Informasi Statistik Pekerjaan Umum 2013. (Online), (http://www.pu.go.id/site/view/72.html) diakses pada tanggal 17 September  2016.

Gambar: https://www.google.co.id/searchq=gambar+ikan+di+laut&espv=2&biw=1024&bih=465&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwiE7WtyqLQAhXHwI8KHT53A1sQ_AUIBigB#imgrc=aBYQ4ckZGBSo-M%3A.

Masalah Lingkungan Kegagalan Pasar

Teman-teman, kali ini saya akan membahas mengenai masalah lingkungan kegagalan pasar dalam lingkup Ekonomi Sumber Daya Alam :)


1)      Kegagalan Pasar
Kegagalan pasar terjadi apabila mekanisme pasar tidak dapat berfungsi secara efisien dalam menghasilkan mengalokasikan sumber-sumber ekonomi yang ada dalam masyarakat. Dalam hal ini mekanisme pasar akan menyebabkan barang yang dihasilkan menjadi terlalu banyak atau terlalu sedikit dan dalam hal yang sangat ekstrim kegagalan pasar akan menyebabkan pasar tidak terjadi sehingga barang dan jasa tertentu tidak dihasilkan oleh pasar tersebut. Esensi timbulnya kegagalan pasar timbul karena masyarakat tidak bertindak secara kooperatif, sebab perilaku kooperatiflah yang akan menyebabkan terjadinya kondisi Pareto Optimal (Mangkoesoebroto, 1999:31).
Sedangkan menurut Kurnia Putri (2016) Kegagalan pasar (market failure) adalah suatu istilah untuk menyebut kegagalan pasar dalam mencapai alokasi atau pembagian sumber daya yang optimum. Hal ini khususnya dapat terjadi jika pasar didominasi oleh para pemasok monopoli produksi atau konsumsi dan sebuah produk mengakibatkan dampak sampingan (eksternalitas), seperti rusaknya ekosistem lingkungan. Negara atau pemerintah memiliki fungsi yang penting dalam kehidupan ekonomi, terutama yang berkaitan dengan penyediaan barang dan jasa. Barang dan jasa tersebut sangat diperlukan masyarakat dan disebut sebagai kebutuhan publik. Dengan timbulnya eksternalitas, khususnya dampak sampingan bagi lingkungan alam dan sosial. Pada umumnya sektor pasar (sektor swasta) tidak mampu mengatasi dampak eksternalitas yang merugikan seperti pencemaran lingkungan yang timbul karena persaingan antar lembaga ekonomi. Misalnya, sebuah pabrik tekstil yang berada dalam pasar persaingan sempurna. Menurut standar industri yang sehat, pabrik tersebut seharusnya membangun fasilitas pembuangan limbah. Akan tetapi, mereka membuangnya kesungai. Sehingga banyak penduduk yang merasa dirugikan atas limbah atau polusi yang diakibatkan adanya kegiatan dalam pabrik tersebut.

2)      Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kegagalan Pasar
Beberapa faktor dianggap mempengaruhi kegagalan pasar antara lain sebagai berikut (Reksohadiprodjo dan Pradono, 1996:36).
a)      Sumber daya alam dan energi yang bisa digarap bersama (common access). Sifat ini menutup kemungkinan terciptanya pasar dengan hilangnya scarcity rent  (harga yang harus dibayar oleh produsen komoditi sumber daya alam dan energi untuk setiap tambahan (marjinal) sumber daya alam dan energi yang bisa diproduksi saat ini) akibat kebebasan pengusaha beroperasi. Contoh yang jelas pada sumber daya alam dan energi tak bertuan adalah perikanan. Pada prinsipnya masalah sumber daya lam dan energi ini bisa diatasi dengan pemberian hak milik yang jelas atau batasan-batasan dalam eksploitasi.dalam prakteknya terutama di Negara sedang berkembang hal ini sulit dilakukan karena belum cukupnya sarana pengawasan dan kelembagaan lainnya.
b)      Pengusaha kebanyakan mengesampingkan nilai lingkungan terutama eksternalitas yang bersifat disekonomi atau tidak ditanggungnya biaya sosial yang diakibatkan dari usahanya seperti populasi dalam segala bentuk, kerusakan jalan yang dilalui  kendaraan pengangkut dan lain-lain.
c)      Adanya monopoli meskipun bisa dikatakan lebih konservatif dibanding persaingan namun disebut-sebut berproduksi di bawah kapasitas atau bias ke bawah dinding pemanfaatan optimal dari segi sosial.
d)     Tingkat bunga. Pemanfaatan sumber daya alam dan energi sangat tergantung pada tingkat bunga: semakin tinggi semakin kecil usaha untuk konservasi. Tingkat bungan yang digunakan oleh sektor swasta ternyata lebih tinggi daripada tingkat bunga sosial yang berakibat lebih cepatnya eksploitasi.
e)      Perbedaan tingkat pajak pendapatan dapat pula mempengaruhi biasnya pemanfaatan sumber daya alam dan energi. Pajak yang terlalu longgar mungkin menarik datangnya investor di pasar sumber daya alam dan energi sehingga menaikkan eksploitasi. Sebaliknya pajak bisa juga dipakai sebagai penghalang bagi eksploitasi lebih lanjut.
f)       Beberapa peraturan pemerintah berkenaan dengan sistem sewa, peraturan, harga dan komitmen pemerintah (misalnya penyediaan infrastruktur) akan mempengaruhi pula pola pemanfaatan sumber daya alam dan energi.
Faktor-faktor kegagalan pasar akan semakin memperkuat mereka yang beraliran pesimis. Kegagalan pasar mendorong terjadinya pengguanaan berlebih sumber daya alam dan energi dan semakin terabaikannya keperluan di masa depan. Dan bias ini akan semakin melebar sebagai mana dipercaya oleh mereka yang pesimis jika prospek hidup manusia semakin memburuk. Mereka yang optimis tidak percaya kegagalan pasar akan terus berlangsung, karena aka nada kebijakan-kebijakan untuk mengatasinya.

Sumber:
Mangkoesoebroto, Guritno. 1999. Ekonomi Publik. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Reksohadiprodjo, Sukanto & Pradono. 1996. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Energi Edisi 2. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.

Gambar: https://www.google.co.id/searchq=gambar+untuk+blog+tentang+kegagalan+pasar&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwiW6qGMxqLQAhUIL48KHVbTDQcQ_AUICCgB&biw=1024&bih=465#imgrc=rTDfXAceM2VHFM%3A.